Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu Agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridhoi Islam itu jadi Agama Bagimu (Al Maidah: ayat 3)

5.22.2009

Mesir “Kebiri” Warganya Yang Menikahi Israel

KAIRO (SuaraMedia News) - Stereotip "Liyan" adalah sebuah fenomena yang ada di dalam masyarakat Mesir (dan setiap masyarakat di dunia). Bahkan ada saling prasangka antara Mesir utara dan selatan Mesir. Prasangka ini belum tentu menjadi penilaian negatif. Secara bertahap, stereotip tersebut menjadi luas diterima oleh mayoritas masyarakat Mesir sebagai dasar penilaian "Liyan".

Stereotyp dari "Orang Luar" ini telah berperan besar dalam menentukan perkawinan campuran di Mesir, yang berasal dari dua pasangan bukan berasal dari tempat atau wilayah yang sama. Dalam beberapa bagian dari pedesaan Mesir, perkawinan campuran didefinisikan sebagai perkawinan antara dua kelompok agama. Beberapa faktor budaya, demografis, dan ekonomi menjadi dasar stereotip tentang "Liyan" di Mesir.



Kebencian orang-orang Mesir terhadap Israel, tetangga mereka, yang menduduki tanah Arab dan membantai orang-orang Palestina, menjadikan stereotip buruk Israel yang paling luas dan paling diterima di kalangan masyarakat Mesir. Stereotip nilah yang menyebabkan pelakunya menerima cap buruk dari masyarakat, dan kadang-kadang timbul rasa bersalah dan tuduhan pengkhianatan jika terlibat dalam perkawinan Mesir-Israel.

Baru-baru ini seorang pengacara Mesir pada Selasa memenangkan perkara untuk pelaksanaan undang-undang mengenai lama penghapusan kewarganegaraan dari bagi penduduk Mesir yang menikahi Israel, dan juga dari anak-anak mereka. Namun, belum jelas, jika aturan tersebut akan benar-benar dilaksanakan.

Kasus tersebut menggaris bawahi dalamnya kebencian orang Mesir terhadap Israelis, walaupun mereka telah menandatangani perjanjian damai antara kedua negara 30 tahun lalu.

Keputusan pengadilan juga memberikan pujian terhadap garis keras Mesir yang sudah lama menolak setiap perbaikan hubungan dengan Israel sejak penandatanganan perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1979.

Pengacara Nabih el-Wahsh, yang memberi petisi terhadap pengadilan untuk menerapkan undang-undang sesuai ketika sebelum perjanjian damai tersebut dibuat. Menurutnya, aturan tersebut adalah "kejayaan patriotisme Mesir."

El-Wahsh menuntut pengadilan untuk memaksa Kementrian Dalam Negeri, yang berhubungan dengan dokumen kewarganegaraan, untuk menerapkan artikel 1976 mengenai hukum kewarganegaraan untuk “mengebiri” kewarganegaraan tiap warga Mesir yang menikah dengan Israel yang telah bertugas di militer atau merangkul zionisme sebagai ideologi. Pengadilan mengatakan tindakan tersebut akan menghindarkan potensi kerusakan pada keamanan nasional.

El-Wahsh mengklaim ada sekitar 30.000 orang Mesir yang menikahi orang Israel –baik itu orang-orang Yahudi Israel, Arab Israel, atau orang Palestina dengan paspor Israel dan mungkin dengan puluhan ribu oleh anak-anak sekarang.

Konsulat di Mesir di Israel mengatakan bahwa isu itu terlalu sensitif untuk diberikan komentar, sementara para pejabat Israel tidak dapat dicapai untuk dimintai pendapat. Seseorang pejabat Kementrian Dalam Negeri mengatakan tidak ada angka khusus karena sebagian besar dari orang-orang Mesir tersebut benar-benar tinggal di Israel.

Pejabat tersebut menambahkan bahwa ia percaya el-Wahsh membesar-besarkan jumlah tersebut. Tidak ada indikasi bahwa Kementerian dalam negeri akan mematuhi keputusan pengadilan, tetapi el-Wahsh mengatakan dia akan mengejar dan menuntut kasus menteri dalam negeri untuk penghinaan pengadilan jika tidak ada tindakan.

El-Wahsh telah terkenal di Mesir dalam mengalirkan dengan gencar tuntutan hukum atas moralitas dan patriotisme terhadap sutradara film, dan penulis skenario, bahkan Ratu Elizabeth II dan Saddam Hussein pun dituntut. Sebagian besar tuntutannya ditolak.

Pada tahun 2005, mantan Grand mufti, Nashr Farid Wasel mengeluarkan dekrit keagamaan, atau Fatwa, yang mengatakan Muslim Mesir tidak boleh menikahi orang Israel, baik Arab Muslim atau Kristen. Kemungkinan Yahudi sebagai pasangan tidak disebutkan.

Mohammed Sayyed Tantawi, Syaikh Agung dari Al-Azhar Kairo, universitas dan lembaga pendidikan Sunni tertua di dunia mengatakan bahwa meskipun perkawinan antara seorang laki-laki Mesir dan wanita Israel tidak dilarang agama, pemerintah mempunyai hak untuk mencopot kewarganegaraan pria tersebut karena menikahi wanita dari musuh negara. (iw/hrz/tig)

(wsm/kutip/www.suaramedia.com)


1 komentar:

Anonim mengatakan...

wow great

Posting Komentar

Terimaksih sudah menyempatkan waktunya untuk membaca artikel diatas,silahkan tinggalkan komentar Anda